Corona Mahabesar atau Allah Mahabesar?


Assalamualaikum!
Apa kabar Antum semuanya?
Semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat baik jasmani maupun rohaninya. Amin.

Bagi Anda yang mungkin saat ini sedang dalam status ODP, PDP atau Positif COVID-2019
Saya mendoakan semoga ujian ini segera berlalu dan Anda lulus dengan predikat taqwa yang tinggi di mata Allah subhanahu wa ta'aala.

Tenang saja!
Dimana ada kesulitan disitu ada kemudahan yang membersamainya. Mungkin Anda cukup tertekan dengan status ODP yang ternyata membuat Anda dijauhi dan terdiskriminasi. Tetaplah tenang! Sesungguhnya dijauhi makhluk tidak lebih mengerikan dari dijauhkannya kita dari rahmat Allah. Tidak sedikit orang yang sengaja Allah jauhkan dari Rahmat-Nya dengan cara; Allah memenuhi hatinya dengan ketakutan yang sangat sehingga dia tidak berani melangkahkan kaki menuju masjid untuk sholat berjama'ah yang otomatis membuat rahmat Allah menjauh darinya. Padahal dari masjidlah mata air rahmat terpancar, lalu orang-orang menjauh darinya dan semakin jauh.

Tetaplah tenang!
Mungkin Anda khawatir status PDP yang Anda sandang akan menyulitkan keluarga Anda yang otomatis juga jadi ODP. Tetaplah tenang karena apapun yang Anda alami saat ini adalah ujian luar biasa yang mana tidak semua orang dapat masuk di dalamnya. Hanya sejumlah orang saja yang masuk ruang ujian berlabel PDP dan tidak semuanya pula mampu melaluinya dengan hasil yang baik. Bahkan ada yang gagal karena ketakutan dan kepanikannya sendiri. Orang yang seperti itu status PDP saja sudah cukup mematikan baginya tanpa harus positif terinfeksi Covid-19.

Ketenangan adalah awal dari kesembuhan. Maka sekali lagi saya mengucapkan, tetaplah tenang!
Meskipun Anda saat ini dinyatakan positif terinfeksi COVID-19, bukan berarti hidup Anda pasti berakhir, kan? Bukankan Rasulullah orang yang Anda yakini ucapannya adalah wahyu, yang sifatnya shiddiq tak mungkin menipu itu pernah bersabda: "Setiap penyakit pasti ada obatnya"? Bukankah kamu meyakini ucapan Muhammad Al-Amin itu Haqqul Yaqin? Jika kamu meyakini itu, maka tenanglah! Obatnya sudah ada. Allah langsung yang menyampaikannya: “Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al Isra’ [17]: 82). Ya! Al-Qur'an lah obatnya. Tetap tenang dan mulai saat ini bacalah Al-Quran sebanyak Anda mampu dan saya yakin Allah pasti akan berikan kesembuhan yang terbaik untuk Anda. Kesembuhan yang tak meninggalkan luka apapun.

Tenang! Pokoknya tetaplah tenang!
Seandainya Allah memang menakdirkan kematian Anda disebabkan oleh COVID-19, maka bergembiralah! Betapa saya yang menulis ini pun memimpikan mati dalam keadaan syahid, tapi jujur saja saya masih takut memilih jalan ini. Anda pasti sudah tahu kan? “Orang yang terbunuh di jalan Allah (fii sabilillah) adalah syahid; orang yang mati karena ath-tha’un (wabah) adalah syahid; orang yang mati karena penyakit perut adalah syahid; dan wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Ahmad, 2: 522). Masya'Allah! Itu artinya Allah telah menggariskan Anda husnul khotimah! Kenapa begitu? Ya jelaslah begitu! Selain berpeluang syahid, Anda diberikan cukup banyak waktu untuk berbenah sebelum benar-benar Allah jemput. Coba lihat diluaran sana, betapa banyak orang yang mati mendadak tidak sempat bersiap-siap. Mengerikannya lagi tak sedikit orang mati mendadak ditengah perbuatan maksiatnya. Na'uzubillah! Mengerikan, bukan? Jujur, saya iri betapa beruntungnya Anda ketika dalam keadaan seperti ini.

Jadi, tenanglah!

Apa yang kita rasakan itu sama. Kesulitan, kebingungan, dan cemas namun tak ada pilihan untuk mengatasinya kecuali dengan #tetapdirumah.
Tanggal 1 April 2020 Sampit masih zona hijau, atmosfir sosial dan media sosial tidak begitu mencekam. Hingga sampai pada tanggal 5 April 2020 keadaan berubah. Status Zona hijau berubah menjadi kuning lalu segera diumumkan mejadi merah disebabkan banyak sekali arus masuk dari luar ke Sampit. Semua orang panik! Status ODP, PDP dan Positif menjadi bahan perbincangan hangat dari grup ke grup baik di Whatsapp maupun Facebook. Mengejutkannya lagi, media menggoreng berita tentang kawan-kawan Jamaah Tabligh yang baru datang dari Sulawesi. Segera saja tanpa tedeng aling-aling masyarakat menyoroti mereka seolah-olah kedatangan dari Sulawesi adalah sebuah kejahatan. Lebih parahnya data nama dan alamat kawan-kawan yang ikut ke Sulawesi tersebut beredar. Semua panik, takut tertular. Tak ayal lontaran kata yang menyudutkan segera diterima oleh mereka. Terkucilkan bahkan ditolak. Wuih, apalah daya. Saya hanya bisa menyaksikan bagaimana cerita mereka di grup WA terkait perlakuan yang tidak adil ini. Panik.

6 April 2020 hari ini rasanya sangat berbeda. Saat diumumkan bahwa Sampit Zona Merah, Musholla di komplek saya pun sepi. Hanya saya dan Ayah saya. Azan dan iqomat hanya kami berdua. Sungguh nyeri. Ah, saya rasa bukan ini yang seharusnya terjadi. Bukan ini yang seharusnya kita lakukan. Kenapa malah lari menjauh dari Allah? Kenapa tidak sholat berjama'ah?

Maghrib saya termangu ...
Melangkah menuju musholla dan mengumandangkan Azan.


Allahu Akbar ... (Allah Mahabesar) empat kali saya ulangi, saya meresapinya saat itu.

Ya. Allah Mahabesar! Tak ada yang lebih bersar dari Allah! Lalu kenapa panggilan Allah Sang Mahabesar ini sekarang tak diindahkan? Corona kah yang mahabesar?

Asyhadu Allaa Ilaha Illallaah ... (Aku bersaksi tiada sesembahan kecuali Allah) dua kali diulangi,sungguh betapa ini tidak seharusnya terjadi.

Peryataan lisan kita bersaksi tiada yang haq disembah kecuali Allah, tapi mengapa hati dan raga ini berlaku sebaliknya? Apakah keimanan di hati ini hanya kemunafikan saja? Gombal artifisial yang busuk dibawah kendali rasa takut akan Corona? Dimana wujud keimanan itu?


Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullaah (Aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah)

Pengulangan dua kali itu cukup menamparku. Betapa sebenarnya bukan ini contoh yang diberikan oleh teladan kita Nabi Muhammad ketika kita menghadapi wabah. Yang mana saat itu ketika wabah menyerang, masjidlah tempat berlindung yang paling aman bagi Rasulullah dan para Sahabat. Saya teringat bahwa masjid adalah tempat turunnya Rahmat. Ketika kita menjauh dari masjid, maka kita menjauh dari rahmat-Nya. Sebuah hadis Riwayat Imam Al-Bukhari dari Sayidah Aisyah ra, beliau berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wabah penyakit. Rasulullah Saw memberitahukan kepadaku: ‘Wabah penyakit itu adalah azab yang diutus Allah kepada orang-orang yang Ia kehendaki. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman.' [Al-Hadiits]. Apakah ini benar? Apakah menyelamatkan diri dari wabah dengan tidak mengindahkan panggilan Azan Allah untuk sholat berjamaah itu hal yang masuk akal? Sementara demi membeli keperluan makan kita nekad saja menerobos pasar. Padahal sebaik-baik tempat di muka bumi ini adalah Masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar. Astaghfirullah!


Hayya 'Alas Sholah! (Mari mendirikan sholat!)

Sholat berarti do'a. Sebaik-baik doa adalah ketika sholat. Allah pasti mengabulkan doa hamba-Nya. Itu termaktub dalam Al-Quran. Sementara kita? Ketika kita berhajat dan sungguh-sungguh meminta kepada-Nya, apakah kita menghadap dan meminta kepada-Nya langsung bersama-sama dalam jamaah? Faktanya, kita malah takut ke Masjid. Kita berani meninggalkan sholat yang paling afdhol hanya karena takut Corona. Allahu Akbar! Padahal, di pusat episentrumnya sana--di Cina--masjid menjadi tempat yang paling aman untuk berkumpul. Semua orang berdoa di sana meminta pertolongan kepada Allah. Lah, kita?



Hayya 'Alal Falah! (Mari menuju kemenangan!)

Sudah saatnya kita menyadari, bahwa jalan kemenangan ada pada tiga poin penting di atas! 

1. Allah Mahabesar, makanya aku bersaksi tiada yang haq disembah kecuali Allah. Aku meyakini segalanya datang dari Allah.
2. Muhammad adalah penyampai risalah kabar gembira surga dan peringatan neraka, dialah yang benar-benar tahu cara menjadi orang yang baik dunia akhirat. Dia yang tahu caranya bebas dari azab dan masuk surga. Maka tidak ada cara lain yang bisa menyelamatkan kita dari azab neraka kecuali dengan meniru cara hidup Nabi Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wa sallam.
3. Mendirikan sholat.

Tenanglah! Nggak perlu panik sampai meninggalkan sholat berjamaah!
Meninggalkan masjid merupakan sebuah kerugian yang sangat besar. Tak semestinya kita meninggalkan Allah, sementara Allah setiap saat dan setiap waktu ada untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Seperti menuju pasar saat kita benar-benar membutuhkan sesuatu, nekad. Sholat berjamaah di Masjid tetap mengemukakan ikhtiar yang seharusnya. Berangakat pakai masker, sarung tangan dan membawa sajadah sendiri merupakan ikhtiar yang sangat tepat.

Makanya! Kalau menurut suara hati Anda, sebenarnya yang Mahabesari itu Corona atau Allah?
Tindakan Anda mencerminkan itu.

Wassalamualaiakum! - Fahrizal Mukhdar

Corona Mahabesar atau Allah Mahabesar?